Apa Sebenarnya Presidential Threshold yang Telah Dihapus oleh MK?

Mahkamah Konstitusi Membatalkan Presidential Threshold 20%: Pembatasan Usulan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

Pada tanggal 2 Januari, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus aturan mengenai presidential threshold 20% kursi DPR. Putusan ini merupakan hasil dari gugatan yang diajukan oleh 4 mahasiswa dari Yogyakarta.

Apa Itu Presidential Threshold?

Presidential threshold adalah ambang batas suara yang harus dipenuhi oleh partai politik agar dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Aturan ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222.

Isi Undang-Undang Terkait Presidential Threshold:

• Kriteria Usulan Pasangan Calon: Diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara nasional pada pemilu sebelumnya.

• Penerapan Selanjutnya: Dijelaskan dalam Pasal 223, 224, dan 225.

Putusan MK:

• MK menyatakan bahwa semua partai politik peserta pemilu kini memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, tanpa harus memenuhi persyaratan ambang batas.

• Ketua MK, Suhartoyo, menyebutkan bahwa Pasal 222 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Alasan Pembatalan:

• MK menilai bahwa penggunaan ambang batas tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu dan cenderung menguntungkan partai yang sudah memiliki kursi DPR.

• Pengadilan khawatir jika ambang batas tersebut mengakibatkan pemilu hanya diikuti oleh dua pasangan calon, yang dapat memperkuat polarisasi masyarakat.

Rekomendasi dan Sanksi:

• MK menyarankan kepada DPR dan pemerintah untuk merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tanpa mengikutkan ambang batas dalam pengusulan pasangan calon.

• Partai politik yang tidak mengajukan pasangan calon dapat dikenakan sanksi larangan ikut serta dalam Pilpres berikutnya.

Meskipun putusan ini tidak bulat, dengan adanya dissenting opinion dari dua hakim, yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh, MK memberikan harapan baru bagi beragam pasangan calon dalam pemilu mendatang.